Manusia

Jumat, 25 Januari 2013

TENANGKU DALAM QIYAMUL LAIL



TENANGKU DALAM QIYAMUL LAIL
Ketenangan? Kapankah kita merasakan ketenangan? Apakah disaat kita lagi tertawa bersenang-senang dengan teman kita, saat kita lagi belajar dengan guru yang super dalam mengajar, saat kita yang lagi bercinta dengan kekasih di dunia, saat kita yang mendongengkan adik yang  hendak tidur, ataukah saat kita yang lagi berbincang dan bercanda gurau dengan orang tua serta keluarga??
            Entah, akupun bingung memaknai ketenangan itu. Namun, yang aku rasakan dari semua pertanyaan diatas adalah kebahagiaan sesaat yang cepat memudar. Dan ianya akan kembali hilang seperti hilangnya rasa tenang jika kita semakin banyak mengeluarkan bahasa dan kata-kata, karena semakin banyak pula kita untuk berpikir apakah yang kita keuarkan dari mulut kita itu apakah benar adanya ataukah penghibur suasana seketika itu saja.
            Malam ini aku tidur agak cepat dan tak seperti biasanya, lalu aku terbangun kira-kira pukul 02.45 wib. Dan aku merasakan gelisah untuk terlelap kembali, aku merasa akan ada suatu kerugian jika aku tetap bersikeras menarik selimutku. Dan, akupun mengikuti kemauan hati yang tersadar itu untuk bangun dan berwudhu, akupun melaksanakan shalat malam atau tahajud. Dimana suasananya sepi, disaat yang lain pada terlelap, disaat yang lain masih berada dalam alam mimpinya, disaat yang lain merasakan kedinginan dan menarik dalam-dalam selimutnya, dan disaat yang lain tengah asyik dengan bantal yang menemannya, disaat yang sama aku dapatkan sebuah ketenangan itu. Tak banyak yang bisa aku ungkapkan dengan kata-kata, karena tenang itu hanya hati yang mampu merasakan betapa indahnya jiwa ini yang sejuk dan damai.
            Khusuknya shalat dalam ketenangan, disini juga bisa dirasakan betapa Allah begitu dekat dengan kita, betapa hati ini bahagia dan tak mampu untuk dilukiskan, dan betapa pengaduan ini seperti langsung sampai. Kuteteskan air mata ini karena penyesalan diri terhadap usia yang kusia-siakan selama ini, betapa telah banyak waktu yang telah kulewati tanpa makna dan manfaat untuk bekal akhirat kelak. Duduk bersimpuh mengahadap Allah dengan khusuk membuat hati tenang dan serasa dunia ini tidak ada dan pikiran-pikiran burukpun menghilang. Sesungguh hanya Allah tempat mengadu, ia yang Maha Tahu isi hati setiap hambanya, bukan teman dekat yang kita tidak tahu kejadian yang akan terjadi esoknya, apakah ia masih setia mendengar keluh kesah kita karena manusia ini selalu berkeluh kesah.