TENANGKU DALAM QIYAMUL LAIL
Ketenangan? Kapankah kita merasakan ketenangan? Apakah disaat kita lagi tertawa bersenang-senang dengan teman kita, saat kita lagi belajar dengan guru yang super dalam mengajar, saat kita yang lagi bercinta dengan kekasih di dunia, saat kita yang mendongengkan adik yang hendak tidur, ataukah saat kita yang lagi berbincang dan bercanda gurau dengan orang tua serta keluarga??
Ketenangan? Kapankah kita merasakan ketenangan? Apakah disaat kita lagi tertawa bersenang-senang dengan teman kita, saat kita lagi belajar dengan guru yang super dalam mengajar, saat kita yang lagi bercinta dengan kekasih di dunia, saat kita yang mendongengkan adik yang hendak tidur, ataukah saat kita yang lagi berbincang dan bercanda gurau dengan orang tua serta keluarga??
Entah, akupun bingung memaknai
ketenangan itu. Namun, yang aku rasakan dari semua pertanyaan diatas adalah
kebahagiaan sesaat yang cepat memudar. Dan ianya akan kembali hilang seperti hilangnya
rasa tenang jika kita semakin banyak mengeluarkan bahasa dan kata-kata, karena
semakin banyak pula kita untuk berpikir apakah yang kita keuarkan dari mulut
kita itu apakah benar adanya ataukah penghibur suasana seketika itu saja.
Malam ini aku tidur agak cepat dan
tak seperti biasanya, lalu aku terbangun kira-kira pukul 02.45 wib. Dan aku
merasakan gelisah untuk terlelap kembali, aku merasa akan ada suatu kerugian jika
aku tetap bersikeras menarik selimutku. Dan, akupun mengikuti kemauan hati yang
tersadar itu untuk bangun dan berwudhu, akupun melaksanakan shalat malam atau
tahajud. Dimana suasananya sepi, disaat yang lain pada terlelap, disaat yang
lain masih berada dalam alam mimpinya, disaat yang lain merasakan kedinginan
dan menarik dalam-dalam selimutnya, dan disaat yang lain tengah asyik dengan
bantal yang menemannya, disaat yang sama aku dapatkan sebuah ketenangan itu.
Tak banyak yang bisa aku ungkapkan dengan kata-kata, karena tenang itu hanya
hati yang mampu merasakan betapa indahnya jiwa ini yang sejuk dan damai.
Khusuknya shalat dalam ketenangan,
disini juga bisa dirasakan betapa Allah begitu dekat dengan kita, betapa hati
ini bahagia dan tak mampu untuk dilukiskan, dan betapa pengaduan ini seperti
langsung sampai. Kuteteskan air mata ini karena penyesalan diri terhadap usia
yang kusia-siakan selama ini, betapa telah banyak waktu yang telah kulewati
tanpa makna dan manfaat untuk bekal akhirat kelak. Duduk bersimpuh mengahadap
Allah dengan khusuk membuat hati tenang dan serasa dunia ini tidak ada dan
pikiran-pikiran burukpun menghilang. Sesungguh hanya Allah tempat mengadu, ia
yang Maha Tahu isi hati setiap hambanya, bukan teman dekat yang kita tidak tahu
kejadian yang akan terjadi esoknya, apakah ia masih setia mendengar keluh kesah
kita karena manusia ini selalu berkeluh kesah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar